Rabu, 16 Maret 2011


jamur

Jamur menjadi kebutuhn sehari2, karena pengganti daging ayam yang hargana kian tinggi,,banyak jamur digunakan untuk pekerjaan sasmpingan. untuk menjadikan rejeki, para pembudidaya memasak sendiri. mereka membuat kripik , oseng2 dll..

Kamis, 24 Februari 2011

Jamur, Knp Tidak ?

Di era globalisasi ini, dunia membutuhkan pemuda yang kreatif. Kreatif dalam artian pintar-pintar memanfaatkan kesempatan atau peluang usaha dilingkungan mereka. Bukan mereka yang hanya bisa meminta-minta pekerjaan kepada orang lain. Banyak sekali contoh Kesempatan / peluang usaha yang bisa kita lakukan, yaitu budidaya jamur tiram. Jamur tiram tidak memerlukan suplai makanana yang cukup besar, tidak seperti hewan ternak yang membutuhkan konsumsi makanan yang sangat luar biasa. jamur cukup disiram air bersih stiap hari, itu sudah cukup. Dan kita aka mendapatkan pemasukan perharinya. Dengan modal 5 juta, kita sudah bisa mendapatkan 2500 polybag, dan rata-rata perhari mengeluarkan jamur kurang lebih 6 kg.semisal di hitung seminimal mungkin harga jamur per Kg itu Rp.6000,- dan bisa bertahan selama 5 bulan, maka analisis pengeluarannya adalah sbb :
- 6 Kg x Rp. 6000,- = Rp.36.000,-/hari
- Rp. 36.000,- x 25 Hari = Rp, 900.000,-/ bulan
-5 Bulan x Rp. 900.000,- = Rp. 4.500.000
- Laba = Rp. 4.500.000 - Rp. 2.500.000 (modal )
           = Rp. 2.000.000

Ya lumayan untuk kebutuhan sehari-hari. berarti rata-rata pemasukan tambahan perbulan sekitar Rp. 400.000,-..
Buat angsur cicilan Laptop.... CUKUP,,!!!
Jamur, Knp Tidak ?

:-)

Minggu, 16 Januari 2011

JAMUR Tiram

JAMUR TIRAM, PANGAN SEHAT YANG PROSPEKTIF DAN POTENSIAL

Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan alam yang begitu besar terutama tanaman pertanian/hortikultur yang sangat beragam. Kondisi ini selayaknya membuka mata kita betapa besarnya peluang usaha yang dapat kita upayakan di bidang ini. Krisis global saat ini mendorong munculnya peluang bagi para wirausahawan yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru sehingga dapat menekan angka pengangguran. Selain itu, cita-cita untuk mewujudkan masyarakat mandiri menjadi hal yang sangat mungkin untuk dicapai.
Salah satu usaha pertanian saat ini yang sangat prospektif dan potensial yaitu usaha budidaya jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Beberapa pertimbangannya antara lain :
1.    Daya serap pasar sangat tinggi dan semakin meningkat
2.    Kemungkinan stagnasi pasar sangat kecil karena merupakan konsumsi masyarakat sehari-hari.
3.    Bahan baku   mudah diperoleh dan murah
4.    Kebutuhan skill tidak begitu tinggi
5.    Proses pemeliharaan tergolong mudah
6.    Tidak memerlukan lahan yang luas
7.    Budidaya jamur tiram tidak mengenal musim sehingga dapat menghasilkan keuntungan terus menerus sepanjang tahun.
8.    Jamur tiram merupakan pangan alternatif yang lezat, sehat dan bergizi tinggi.
9.    Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
10.    Kompos bekas media tanam dapat digunakan untuk pupuk kolam ikan, campuran pakan ikan, campuran pakan ternak, dan media memelihara cacing.
Berikut kutipan dari beberapa media cetak dan elektronik  mengenai potensi usaha budidaya jamur tiram ini:
KOMPAS.com  16 November 2009-
Lestari, Mandiri dengan Budidaya Jamur
Setahun terakhir, budidaya jamur menjadi idola bagi sebagian besar kalangan petani di Bantul, DI Yogyakarta. Banyak yang tergiur untuk mencobanya. Tak hanya soal harga jual yang lumayan, tetapi juga jaminan pasar, terutama sejak tren kuliner jamur mewabah di Yogyakarta. Lestari (45), sarjana pertanian lulusan Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, termasuk salah satu yang mencobanya. Ia memutuskan pindah ke rumahnya di Dusun Klangon, Argosari, Sedayu, Bantul, setelah sebelumnya bekerja di perusahaan milik Korea.
”Saya banyak mendengar informasi soal budidaya jamur yang sedang jadi tren. Kebetulan di Banjarmasin (Kalimantan Selatan), saya juga bekerja untuk mengolah jamur. Saya tergiur untuk kembali ke Bantul menjadi petani mandiri,” katanya awal Oktober lalu.
Di rumahnya, Lestari lebih banyak fokus pada usaha pembenihan dan pembuatan media. Ia menjual kantong-kantong media yang sudah dibubuhi benih sehingga jamurnya siap tumbuh. Kantong-kantong itu biasanya sudah diambil oleh para pelanggannya secara rutin.
Dalam sehari ia bersama lima orang tenaga kerja mampu membuat 400-500 kantong media jamur. Tiap kantong dijual seharga Rp 1.500. Untuk membuat media, digunakan serbuk gergaji yang dicampur bekatul dan gamping. Setiap 100 kg serbuk gergaji ditambahkan sekitar 15 persen bekatul dan 3 persen gamping.
Setelah diaduk campuran tersebut ditutup dengan terpal dan dibiarkan selama dua malam. Tujuannya supaya terjadi fermentasi. Proses selanjutnya adalah pengantongan ke dalam plastik tahan panas, baru kemudian disterilisasi dengan metode penguapan di suhu 95-100 derajat celsius agar bakteri-bakteri yang tidak berguna mati. Setelah dingin, media diberi bibit jamur.
Tidak semua kantong yang disterilisasi ”berhasil”. Kantong-kantong yang plastiknya kurang rapat biasanya akan rusak dan tidak bisa dibubuhi bibit jamur. Namun, tingkat kegagalannya sangat kecil.  Sekitar delapan minggu kemudian jamur baru akan tumbuh. Setiap kantong media bisa menghasilkan 0,5 kg jamur. Harga jual untuk jamur tiram Rp 8.500/kg, sementara jamur kuping Rp 8.000/kg.
”Saat ini masih banyak yang membeli media yang sudah siap karena mereka tidak mau ribet. Padahal, saya juga menjual bibit seharga Rp 3.500/botol yang bisa digunakan untuk 20 kantong. Petani bisa membuat media sendiri, supaya biaya produksinya lebih murah,” kata Lestari.
Menurut Lestari, pemasaran untuk jamur tiram dan jamur kuping masih sangat terbuka. Ia bahkan sering kewalahan memenuhi permintaan konsumen. Ada delapan dusun yang mengandalkan bibit dan media darinya, yakni Dusun Klangon, Jambon, Kalijoho, dan Dusun Tonalan.
Untuk jamur tiram, pasarnya lebih banyak ke lokal DIY karena jenis jamur ini mudah rusak dan tidak tahan lama. Untuk pasar luar daerah lebih prospektif mengembangkan jamur kuping karena sifatnya kebalikan dari jamur tiram.  ”Jamur kuping banyak saya kirim ke Bandung dan beberapa kota di Jawa Timur,” ujarnya.
Dengan produksi 500 kantong per hari seharga Rp 1.500/kg, omzetnya mencapai Rp 750.000/hari atau Rp 22,5 juta per bulan. Dari budidaya itu ia mengantongi keuntungan sekitar Rp 7,5 juta per bulan.
Bila saja alat sterilisasi yang dimilikinya memiliki kapasitas lebih tinggi, pasti produksinya bisa ditingkatkan lagi. Kapasitas alat sterilisasi miliknya hanya 1.500 kantong. Alat tersebut tidak bisa digunakan setiap hari karena harus menunggu sampai dingin kembali. Dalam seminggu paling hanya bisa tiga kali sterilisasi.  ”Itu sudah mendingan, sebelumnya saya hanya pakai alat sederhana berkapasitas 100 kantong. Setelah mendapat bantuan pinjaman senilai Rp 20 juta dari pemerintah daerah, saya langsung menggunakannya untuk membeli alat sterilisasi yang lebih besar,” tuturnya.

Selain memproduksi media yang sudah siap, Lestari juga membudidayakan langsung jamur tiram dan kuping. Ia membangun dua buah kubung (rumah untuk jamur) di rumahnya masing-masing seluas 4 x 8 meter.
Jamur-jamur itu diolahnya menjadi keripik. Untuk keripik jamur tiram dijual seharga Rp 45.000/kg, sedangkan keripik jamur kuping Rp 50.000/kg.  ”Keuntungan berjualan keripik lumayan menjanjikan. Apalagi rasa keripiknya sangat khas sehingga banyak diminati konsumen meski harganya sedikit mahal dibandingkan dengan keripik lain,” ujar perempuan yang berhasil menyabet juara III kategori tokoh hortikultura dari Sultan Hamengku Buwono X.
Keberhasilan Lestari membudidayakan jamur juga menjadi acuan bagi kalangan mahasiswa pertanian. Saat Kompas berkunjung ke rumahnya, beberapa mahasiswa pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sedang melakukan penelitian soal jamur dan budidayanya.
Menurut dia, budidaya jamur sangat mudah. Musim hujan menjadi saat yang paling tepat untuk mengembangkan jamur. Musim hujan membuat pertumbuhan jamur tiram lebih maksimal karena cuacanya cenderung lembab.
Lebih lanjut ia menjelaskan, tren masyarakat yang semakin mengarah pada budaya konsumsi sehat juga membuat pemasaran jamur tidak terkendala. Jamur termasuk sayuran yang memiliki protein tinggi dan tidak mengandung kolesterol.
Berbagai variasi masakan pun dibuat untuk menggugah selera, yakni sup jamur, sate jamur, tongseng jamur, hingga pepes jamur. Jadi, budidaya jamu sangat prospektif

Koran banten, 11 februari 2009
Budidaya Jamur Tiram Putih Menguntungkan
 LEBAK | Saat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menimbulkan banyak pengangguran baru, sekelompok pemuda di Lebak justru semakin giat membudidayakan komoditas jamur. Mereka “menyulap” tumbuhan hutan yang biasanya dianggap tak berharga, menjadi sebuah komoditas dengan nilai ekonomis tinggi.
Kelompok Budidaya Jamur Tiram Putih Gema Sejahtera, itulah nama perkumpulan mereka. Sejak enam bulan lalu, mereka terus menggenjot upaya produksi jamur tiram (shimeji white) sehingga diharapkan nilai produksinya bukan saja dapat menjadi sarana pemenuhan ekonomi keluarga. Tujuan paling penting adalah terpenuhinya gizi keluarga secara mudah dan murah.
Salah seorang anggota yang juga tenaga ahli pembudidayaan jamur Tiram Gema Sejahtera, Riki Nurzaman, pada Koran Banten mengatakan, tumbuhan jamur tiram sebelumnya memang kurang begitu diminati masyarakat, bahkan cenderung dipandang sebagai komoditas yang tidak bernilai sama sekali.
“Memang komoditi ini, hanya dipandang sebelah mata. Karena selain hanya tumbuh di hutan tepatnya pada pohon kayu, tumbuhan jamur ini juga dipandang tak memiliki nilai gizi maupun ekonomi,” jelasnya.
Pada prinsipnya, budidaya jamur tiram adalah mengatur suatu kondisi tertentu sehingga jamur tiram tersebut dapat tumbuh dengan baik. Adanya pengaturan tersebut berakibat pada perlu dilakukannya adaptasi substrat dan lingkungan agar jamur dapat tumbuh seperti di tempat aslinya. Oleh karena itu, faktor tumbuh dan lingkungan merupakan unsure penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya jamur tiram.
Menurut Riki Nurzaman, jamur tiram banyak ditemukan tumbuh dipohon kayu yang sudah lapuk, berdasarkan sifat tumbuh jamur itulah dapat disimpulkan bahwa budidaya dan pengembangan jamur tiram dapat dilakukan pada media buatan yang mempunyai kandungan hara menyerupai media tumbuh asalnya atau kayu yang sudah lapuk. “Tak sulit dalam pengembangan jamur tiram ini, kita tinggal menyediakan serbuk gergaji saja, namun untuk lebih jelas dan detailnya, kami siap membantu masyarakat jadi pembudidaya jamur tiram yang berhasil guna,” tuturnya.
Secara terpisah, Ketua Kelompok Budidaya Jamur Tiram Putih, Gema Sejahtera, Nano W Yulianto mengungkapkan, sejauh ini animo masyarakat akan budidaya jamur tiram putih cukup tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan maraknya permintaan budidaya jamur tiram yang tidak hanya datang dari kelompok pemuda dan masyarakat Lebak, melainkan juga dari kawasan Pandeglang.
“Untuk sarana produksi yang sudah jadi, yang terbentuk dalam wujud log jamur, kami banyak menerima pesanan bukan saja dari pemuda dan masyarakat Lebak, juga dari Kabupaten Pandeglang,” tukasnya.
Tercatat, harga di pasaran per satu kilogram jamur tiram, yaitu sebesar Rp 18.000, sementara untuk setiap hasil produksi jamur tiram, ditampung Asosiasi Pengusaha Jamur Indonesia (APJI) selaku lembaga resmi pengusaha jamur, dalam perkilonya sebesar Rp 7.500 per kilogram.